Minggu, 14 Januari 2018

Preman Pasar : The Outside of Madness
Hujan di Bulan Januari #3


"Kamu mau ke mana! Grey bukan ke situ arahnya!" Langkah kakiku terhenti. Bukan ke sini? Bukankah Reno berasal dari jalan sini ya? "Sini ikut saya. Kamu teh harus inget atuh tadi kamu belok ke mana. Untung saya teh bisa nemuin kamu, kalo nggak pasti saya dimarahin sama ayah saya."
Aku mengikuti Reno. Kali ini aku berusaha menjaga jarak, maksudku tetap ada di dekatnya, bahkan sekarang kukalungkan lenganku ke lehernya supaya aku tak lagi terpisah dan tersesat di dalam pasar sialan ini. Reno tidak menolak. Justru dia makin merapatkan tubuh hangatnya ke tubuhku.
"Kenapa tubuh kamu teh wangi? Kayak bunga sepatu." Reno makin mendekatkan hidungnya ke tubuhku, bahkan ketiakku. Dasar sudah gila! Aku menjauh darinya. "Orang Jakarta mah aneh ya. Suka pake parpum ke pasar juga."
"Siapa yang pake parfum!" kataku tak terima.
"Terus kenapa tubuh kamu wangi?" Dia bertanya. Matanya lucu kalau dia sedang bingung. Aku mencium aroma tubuhku sendiri. Hmm wangi dari mananya? Nggak ada aromanya sekali! "Sudah kamu teh ke sini. Nanti ilang lagi baru tahu rasa." Kali ini bukan lenganku yang mengalung ke lehernya, tetapi tangannya yang mengalung ke leherku. "Saya teh khawatir tahu," katanya tiba-tiba, tepat di depan hidungku.
"Orang sini kalau ngomong jaraknya harus 5 cm ya?" kataku risih.
"Lho memangnya masalah?"
"Ya iyalah masalah! Gimana kalau mulut orang itu--"
"Jadi mulut saya teh bau!?" jeritnya kayak anak perawan.
"Ya nggak. Maksudnya--"
"Syukurlah. Saya teh meni rewas."
"Ih pertanyaan saya teh belum dijawab sama kamu. Kenapa tubuh kamu teh wangi. Kamu mandinya pake kembang tujuh rupa?"
Aku menjitak kepala Reno. Dia mengaduh kesakitan. Well, aku memang menjitaknya dengan kekuatan hampir penuh  "Enak saja! Ini keringatku dodol!"
Semakin lama aku semakin risih. Obrolan ini tidak membuatku nyaman. Sialnya, tetap saja aku ingin menyumpali mulut menggodanya. Tu-tunggu. WHAT! Apa yang telah kupikirkan!? "Wangi kamu asem!" kataku.
"Ih ya gak papa atuh. Itu teh ciri-cirinya saya lalaki tulen, nggak kayak kamu. Nggak ada aroma lalaki pisan!" Lagi, aku menjitak kepalanya. "Aw! Sakit Grey! Kamu teh hampang leungen gening. Sudah ah, saya pergi duluan. Awas jangan tertinggal!"
Ketika tangan Reno terlepas di leherku, entah kenapa aku merasa kehilangan. Aroma tubuhnya masih kuingat dengan jelas. Aroma yang katanya disebut dengan aroma kelelakian, yang sialnya terasa nyaman di hidungku. Aku ... ingin membauinya lagi. Memang terdengar tidak sehat, tetapi kurasa aroma itu bagai candu. Sial!
Sesampainya di luar kukihat tangan ayah bersedekap marah ketika melihatku. "Kamu menghilang selama 1 jam!" Baiklah, ayah termasuk orang posesif. Jadi, percuma aku menjelaskan panjang lebar soal jalan sempit itu. "Papa nggak akan ngajak kamu lagi," tambahnya. "Sekarang sana pulang. Papa masih ada urusan sama Reno."
Aku mengangguk. "Naik apa?"
"Naik delman, lah."
"Aku nggak bisa naiknya."
"Ya Tuhan, Grey. Kamu ini udah gede masa naik gitu aja nggak bisa? Tinggal  tumpangi terus sebutin alamat rumah kamu."
"Ya tapi kan."
"Papa akan segera pulang. Lagian sebentar lagi hujan. Tolong semen di depan kandang ayam masukan ke dalam. Bye."
Sesuai yang kuduga, ketika papa memberi ultimatum, maka tak ada cara lain selain mengikuti perintahnya. Aku berjalan menuju kumpulan delman di pinggir jalan. Hmmm biar enak aku cari yang kosong saja. Malu soalnya. Lagian di sana banyak remaja labil yang cekikilan ketika melihatku. Mana mungkin aku duduk sama mereka?
10 menit aku menunggu delman masih belum juga jalan. Ini kenapa sih. Kudanya capek kah? Padahal kumpulan cewek tadi sudah pergi entah ke mana.
20 menit aku menunggu delman belum juga berangkat. Sial! Aku berusaha memberanikan diri bertanya. "Mang, kapan berangkatnya?"
"Eh ujang teh bade mulang? Naha atuh lain nyarios titatadi. Aa kira teh ujang lagi istrirahat." Oke, aku tidak mengerti kalimat pria di depanku. "Kalau mau pulang mah naik delman yang udah penuh di sana. Kalau cuma ujang saja ya nggak akan maju-maju."
Eh? Tuh, kan! Untung Reno dan ayah tidak ada di sini. Kalau ada mereka akan mentertawakanku sampai mampus.

Leave a Reply

Sok lah komen komen komen.

Subscribe to Posts | Subscribe to Comments

- Copyright © Catatan Usang si Bocah Tengil - Blogger Templates - Powered by Blogger - Designed by Johanes Djogan -